Pabrik Gula
Munculnya industri gula di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan perkebunan tebu pada masa kolonial. Pertanian perkebunan pertama kali dikembangkan di Jawa. Setelah tahun 1862, model pertanian yang sama juga mulai dikembangkan di luar Jawa. Namun, di wilayah luar Jawa pertanian perkebunan membutuhkan beberapa dekade untuk benar-benar berkembang.
Di Jawa sebagian besar pekerja perkebunan adalah pekerja di perkebunan tebu dan pabrik gula, sementara ada pula yang bekerja di perkebunan yang lebih kecil.
Sistem produksi perkebunan berbeda apabila dibandingkan dengan usaha pertanian biasa. Sebagian besar perkebunan memproduksi komoditas ekspor, sehingga biasanya hanya difokuskan untuk memproduksi satu komoditas. Kenaikan dan penurunan produksinya cepat karena dipengaruhi perubahan pasar internasional. Untuk dapat bersaing dengan pasar internasional, maka perkebunan terfokus pada laba bersih dan peningkatan kualitas produksi melalui berbagai penelitian.
Sementara rumah tangga pertanian biasanya memproduksi lebih dari satu jenis varian tanaman kebutuhan pokok. Meskipun demikian seiring perkembangan kapitalisme modern, rumah tangga pertanian juga menjual hasil produksinya ke pasar (biasanya domestik). Oleh sebab itu, perkembangan pertanian juga sangat ditentukan oleh perubahan mendasar struktur ekonomi (Eng, 1996: 210).
Melejitnya Industri Gula di Jawa
Produksi gula di Jawa mengalami peningkatan pesat setelah diperkenalkannya sistem tanam paksa pada 1830 (Knight, 2013: 3). Menurut Vlekke (2016: 272), gula bersama dengan nila dan kopi menjadi komoditas ekspor utama pada masa ini. Melalui sistem tanam paksa, petani yang daerahnya cocok untuk menaman tebu diperintahkan untuk menanam tanaman tersebut.
Tebu-tebu itu kemudian dikirimkan dengan harga yang telah ditentukan kepada pemborong kolonial yang akan memproses tebu itu menjadi gula untuk diekspor. Selain dijual kepada pemborong kolonial, tebu itu juga dijual kepada pabrik gula swasta (Eng, 1996: 212).
Meskipun sistem tanam paksa berhenti pada 1870, namun mayoritas pabrik gula tetap beroperasi sebagai usaha swasta (Lindblad, 1989: 13). Kini pabrik gula tidak hanya dikelola oleh orang-orang Belanda tetapi juga oleh orang Cina.
Comments
Post a Comment